Nekat Menginjakan Kaki di Pulau Jawa

Matahari terbit di selat Sunda
Matahari terbit di selat Sunda

Ide untuk ke luar pulau Sumatera sendirian sudah lama menggelayut di pikiranku. Sebenarnya sih gak sendirian, sepanjang perjalanan aku menemukan banyak teman baru dan jumpa teman lama serta mendapatkan keluarga baru di Ibukota Negara. Keluarga yang aku temukan itu bagaikan ‘mata air’ di gurun pasir, bagai ‘malaikat’ di sela ‘neraka jakarta’ dan bagai pelita di gelapnya malam tanpa bulan. Eh, sebelumnya kenalin namaku Heru Prasetio, lahir dan besar di Palembang, hobi baca novel, dan mulai suka jalan. Ok, sesuai dengan slogan di blogku, ‘Berbagi Pengalaman Lewat Jalan-Jalan’ mari mulai menelusuri langkah kakiku beserta hikmanya selama jalan-jalan.

Jumat, 02 Mei 2014

Ampera ramai di siang hari
Ampera ramai di siang hari

Setelah pamitan dan mencium tangan emak, kira-kira pukul 11.00 WIB, aku melangkahkan kaki ke luar rumah. Bismillah, saatnya nekat keluar kota Palembang, sendirian. Dengan tas ransel besar yang kudukung dan tas saku kecil yang menyelempang, aku dibonceng Hendro, adikku yang baru pulang sekolah, menuju simpang tiga Kayu Agung, Plaju. Di simpang tiga, aku nyari ojek untuk menuju Pol bus antar provinsi yang tiketnya kubeli kemarin siang dengan harga 200.000 IDR, Palembang-Jakarta. Tiket bus VIP yang paling murah di antara bus lain sengaja nama busnya gak aku sebuti. Dari Plaju ke Jalan Kol. Atmo tempat Pol bus berada, jalanan ramai terutama ketika melintasi jembatan Ampera. Naik ojek bayar 20.000 IDR, cukup murah karena jarak yang kutempuh cukup jauh. Sebenarnya sih lebih murah naik bus kota atau transmusi, tapi waktunya pasti lama.

Penampakan jalan Kolonel Atmo, Palembang
Penampakan jalan Kolonel Atmo, Palembang

Sesampainya di Pol bus, penumpang masih sepi, mungkin hanya aku sendiri yang baru datang. Azan sholat jumat berkumandang, aku bergegas menitip tas ransel besar di Pol bus dan membawa tas kecil saku menyelempang menuju masjid di belakang pasar Cinde.

Geliat pedagang dan pembeli di pasar Cinde
Geliat pedagang dan pembeli di pasar Cinde

Alhamdulillah, sholat jumat usai dan aku kembali ke Pol bus. Terlihat banyak penumpang yang menunggu di sana. Kami dipandu oleh cece, panggilan untuk wanita cina, pemilik bus untuk naik angkot yang telah disewanya menuju Terminal Karya Jaya. Karena ini pertama kalinya aku naik bus antar provinsi, yah aku ikuti terus perintahnya. Sesampai di terminal Karya Jaya, aku dan penumpang lain masuk ke dalam bus dan duduk di posisi sesuai dengan tiket yang dibeli. Di dalam perjalanan cece tadi meminta sewa angkot 15.000 IDR perorang. Aku mau protes, tapi gak jadi. Aku kira itu udah termasuk uang tiket bus, gak tahunya ah sudahlah.

Selamat datang di terminal Karyajaya Palembang
Selamat datang di terminal Karya Jaya Palembang

Sekitar pukul 14.30 WIB bus mulai start dari terminal Karya Jaya, Palembang. Bismillah, semoga aku tetap di bawah lindungan Allah. Bus manapaki jalan lintas timur Sumatera yang kurang mulus menuju kota satelit Indralaya. Sepanjang perjalanan, mata dimanjakan dengan hamparan sawah hijau membentang yang berhaluan di jendela kaca bus. Bagai roll film yang diputar berulang. Aku jadi ingat 3 tahun yang lalu, cuplikan kenangan mantan selama kuliah di Universitas Sriwijaya kampus Indralaya mulai membenak di pikiranku. Pemandangan yang sudah tak asing lagi, yang berbeda hanya bus yang aku tumpangi. Dulu, aku sering naik bus antar kota jurusan Indralaya-Palembang. Warnanya blasteran hijau tua dan putih kusam. Ramai orang menyebutnya bus Layo. Terkadang juga aku menumpang bus dari Unsri Bukit. Warnanya dominan kuning. Ramai orang menyebutnya bus kuning. Tarif yang dikenakan 5.000 IDR di masa itu. Terkadang juga, aku naik kereta mahasiswa Kertalaya, singkatan dari Kertapati-Indralaya. Keretanya mirip railbus. Duduknya menyamping bagai naik kereta Commuter Line di Jakarta. Tarif yang dikenakan 2.500 IDR di masa itu. Kabarnya, sekarang telah dibuka bus transmusi rute Indralaya-Palembang. Entah berapa tarifnya.

Kulirik interior bus dan seisinya. Ada 21 kursi termasuk kursi sopir. Kursi penumpangnya panjang, empuk dan nyaman, kakipun dapat selonjoran. Selain itu, fasilitas lainnya adalah bantal dan selimut tebal yang menghangatkan badan dikala dingin menerjang. Dinginnya bus dapat diatur melalui AC yang berhembus di atas kepala. Di belakang bus terdapat toilet mini yang sangat berguna dikala penumpang kebelet pipis. Ingat, hanya untuk pipis. Kalo untuk BAB, aku sarankan jangan. Di pojok depan bus, bertengger TV 21 inchi ditambah DVD player yang berulang-ulang memutar video biduan Pantura dengan goyang tak seronoknya. Oh tuhan, kuatkanlah hamba.

Memasuki terminal Timbangan KM 32, Indralaya
Memasuki terminal Timbangan KM 32, Indralaya

Bus telah melintasi terminal Timbangan KM 32, Indralaya. Kutengok jam di HP. Sudah waktunya sholat Ashar. Aku wudhu dengar air seadanya di toilet, kemudian sholat duduk. Usai sholat, kuteruskan bacaan tilawahku. ODOJ, One Day One Juz. Oh iya, sekedar info, tujuan utamaku ke Jakarta adalah untuk menghadiri Grand Launching One Day One Juz se-Indonesia di Masjid Istiqlal Jakarta. Usai acara selesai, barulah aku merealisasikan rencana berikutnya, yakni berkelana mengelilingi hutan beton kota Jakarta.

“Mau ke mana mas?” tiba-tiba penumpang di sebelah bertanya kepadaku.
“Mau ke Jakarta bang,” aku menjawab seadanya.
“Ada perlu apa ke sana?”
Ini orang kepo amat deh. “Mau ke masjid Istiqlal, ada acara.”
“Sama, saya juga mau ke sana,”
“Abang join di ODOJ juga?”
Alhamdulillah, iya. Oh iya, maaf sebelumnya. Abang mau kasih tahu kalo percuma kamu wudhu di toilet tadi. Airnya kotor. Entar kalo udah tiba di tempat rehat, kita bisa sholat jamak disitu.”
“Okelah bang. Terima kasih atas sarannya.”

Singkat cerita kami kenalan. Nama abang itu Junaidi, usianya 29 tahun, tinggal di dekat pasar Lemabang, Palembang. Beliau ketua grup ODOJ 892, kalau gak salah. Dia menawari aku makanan. Tapi sebisa mungkin aku menolak dengan ramah. Aku ingat pesan emak, jangan terlalu percaya dengan orang baru. Meskipun orang itu kelihatan baik. Sebisa mungkin untuk biasa-biasa saja dan bersikap sewajarnya.

Tempat istirahat bus yang begitu luas
Tempat istirahat bus yang begitu luas

Bus terus melaju memasuki provinsi Lampung dengan jalanan sedikit bergelombang yang membuat badan bergoyang-goyang. Pukul 17.30 WIB bus tiba di tempat peristirahatan. Rupanya seperti ini tempat peristirahatan bus antar provinsi. Ada rumah makan padang, warung, toilet umum, tempat makan, ruang tunggu, smoking area, konter pulsa, tempat charger HP, toko souvenir, dan banyak pedagang asongan. Tiba-tiba aku kebelet BAB. Aku segera menuju toilet dengan langkah seribu. Tarif yang dikenakan 2.000 IDR. Setelah dari toilet, aku duduk di ruang tunggu dan mengamati sekitar. Perutku mulai keroncongan. Refleks, kaki ini mengantarkanku menuju rumah makan padang. Aku duduk di meja makan. Dengan cekatan, pelayan membawa semua menu ke meja. Aku makan nasi dan ayam panggang. Aku juga menuangkan beberapa kuah. Aku teringat iklan rokok gak ada lo gak rame di TV, kalo hanya ambil kuah sedikit-sedikit, gak bayar alias gratis. Setelah makan usai dan minum air mineral yang kubawa dari Palembang, pelayan rumah makan mulai menghitung. Matanya melirik tajam dan teliti bagai elang memangsa korban. Semua menu yang ada di meja gak terlewatkan satupun dari hitungannya. Taaraa! Secarik kertas nota putih meluncur di depan mataku. 78.000 IDR. Aku terkejut bukan main, bukankah aku hanya makan nasi dan ayam panggang? Oh tuhan, aku tertipu untuk ke dua kalinya. Selidik punya selidik, ternyata kuah-kuah tadi dihitung juga. Aku menarik nafas dalam-dalam. Berusaha mengikhlaskan semua yang terjadi ah sudahlah.

Selamat tinggal tempat peristirahatan bus
Selamat tinggal tempat peristirahatan bus

Usai maghrib bus melanjutkan perjalanan. Sepanjang mata memandang, gelap membungkus jendela kaca. Menandakan malam telah tiba. Entah di mana aku sekarang, mungkin di tengah hutan provinsi Lampung. Aku asal menebak. Kulirik lagi jendela kaca bus, gak ada rumah penduduk atau lampu jalanan, masih sama, hanya gelap yang kulihat segelap kenangan masa lalu bersama mantan. Aku mulai bosan. Kutarik selimut tebal dan mulai terlelap. Merasakan nikmatnya tidur di dalam bus antar provinsi untuk pertama kalinya. Selamat malam dunia. Selamat malam juga untuk kekasih yang tak kunjung datang.

Catatan: Bagaimana dengan tulisan pertamaku di blog ini? Apakah aku menarik? Eh maksudnya, apakah kisah-kisah yang kutulis menarik? Apakah kamu dapat mengambil kekasihku hikmahnya? Penasaran dengan cerita selanjutnya? sama saya juga. Sila coment dan share! Nantikan lanjutannya di post berikutnya!

55 pemikiran pada “Nekat Menginjakan Kaki di Pulau Jawa

  1. Ini postingan pertama tentang traveling -yg aku temukan- karena didasari oleh motif spiritual. One Day One Juz?! Wah bagus banget nih. Saya niat begitu kalau pas bulan Ramadhan aja, di luar itu satu juz gak tentu selesainya berapa lama. Terimakasih banget, ini reminder buat saya.

    Tetap jalan melihat-lihat dunia dan berbagi lewat tulisan ya. Insya Allah kalau bermanfaat akan menjadi ladang amal selamanya.

    Salam kenal dari Bogor 😊😊

    Suka

    1. Salam kenal masbro aku dr Palembang, semoga kita tetap dlm lindungan-Nya. Iya, berkat ODOJ aku jg bisa se-nekat ini. Karena bapakku bilang kalo kita sanggup melakukan kebaikan maka lakukanlah semaksimal mungkin. InsyaAllah, aku akn berusaha utk menulis trus n mnybarkn kebaikan

      Disukai oleh 1 orang

  2. Kisah perjalanan yang menarik ya mas, walau nekat tapi ada pengalaman menantang dan tak terlupakan tentunya. Smg di pulau jawa menemukan kebahagiaan yang dicari.
    Salam dari Dompu

    Suka

Tinggalkan komentar