BUDAYA
Cerpen Heru Prasetio (Sumatera Ekspres, Minggu 12 Januari 2020, Halaman 4)

Di awal bulan, kantor kami yang semula damai dikejutkan dengan kehebohan yang dilakukan pegawai paling muda masa kerjanya. Betapa tidak, mukanya yang dulu lengkap sempurna bahkan bercahaya sekarang menjadi rata bagai dinding rumah. Cahaya yang dulu terpancar kini ikut meredup. Miris dan mengerikan sekali. Mukanya hilang tanpa ada penyebab pasti yang dapat dijadikan landasan. Kami sesama pegawai hanya bisa menerka tanpa maksud buruk sangka.
Departemen kami mempunyai dua atasan dan lima bawahan termasuk pegawai yang mukanya hilang tadi. Di atasnya lagi ada bos besar membawahi departemen kami. Senin adalah hari yang paling dibenci banyak pegawai. Senin di kantor makin mengerikan karena rutin diadakan rapat mingguan, di mana bos besar departemen kami juga ikut dan terkadang ada bos besar dari departemen lain.
Kami telah kumpul di ruang rapat seperti biasa. Mulai mengevaluasi kinerja satu minggu lalu dan membahas progam kerja satu minggu yang akan datang. Di sela rapat, bos besar baru sadar bahwa ada salah satu pegawai yang mukanya hilang. Bos besar penasaran lantas bertanya kepada Akum, nama pegawai yang mukanya hilang itu.
“Akum, kenapa muka kamu menjadi datar begini?”
Yang ditanya diam. “Ayo Akum, jawab pertanyaan dari saya!” Yang ditanya masih diam. “Maaf Bos Besar, Akum sepertinya tidak bisa menjawab karena mulut di mukanya sudah tidak ada lagi,” sela Tulum, pegawai yang paling pintar bicara di antara kami.
“Baiklah, kalau begitu pinjamkan saja mulutmu ke dia!” “Siap laksanakan wahai Bos Besar.”
Dengan gemetar dan perlahan Tulum melepas mulut yang ada di mukanya, menempelkan mulutnya ke muka Akum. Rasanya sakit dan perih tak tertahankan. Tapi apalah daya jikalau bos besar telah bertitah, hal tak masuk akal pun harus terlaksana.
“Nah, sekarang kamu telah memiliki mulut kan, Akum? Ayo jawab pertanyaan dari saya!”
Mulut Tulum di muka Akum mulai bergerak. Agak sedikit kaku, mungkin perlu waktu untuk bisa beradaptasi. “Maaf Bos Besar, sepertinya aku lupa menaruh mukaku di mana.”
“Ha? Kenapa bisa begitu?”
“Maaf Bos Besar, sekali lagi maaf. Aku lupa menaruhnya di mana. Entah ketinggalan di rumah, di jalan, atau pun di sekitar sinilah. Aku bingung. Sekali lagi mohon maaf!” Bibirnya bergetar hebat.
“Baiklah, aku maafkan kesalahanmu. Mulai sekarang, carilah mukamu yang hilang tersebut hingga ketemu. Aku kasih tempo satu minggu.”
“Baik, Bos Besar. Terima kasih karena pengertian dengan kondisiku sekarang,” bibir atas sebelah kanannya bergerak naik, lalu turun.
“Dan untuk semua pegawai di sini, aku harap kalian dapat membantu Akum untuk menemukan mukanya yang hilang itu. Bila perlu pinjamkan salah satu panca indera kalian agar dia bisa bekerja dengan maksimal.”
Semua pegawai mengangguk, tanda setuju. Usai rapat, ruangan tersebut berantakan bak kapal pecah karena para pegawai sibuk mencari muka Akum. Hasilnya nihil. Akum juga masih lupa di mana dia menaruh mukanya.
***
Keesokan harinya, semua pegawai diberi tugas yang cukup berat dari atasan satu. Tugas tersebut memerlukan tingkat ketelitian yang cukup tinggi. Atam, hanya dia pegawai yang selalu melaksanakan tugas tanpa salah. Kerjanya begitu sempurna. Matanya jeli menyoroti hasil akhir tugas yang diberikan. Apabila ada kesalahan secuil apa pun langsung diperbaiki sebelum diberikan ke atasan satu.
Tak terasa, sebentar lagi Atam menyelesaikan tugas hingga kedatangan Akum secara tiba-tiba mengejutkannya. Dia bilang mau mencari mukanya di kubikel Atam. Atam mengiyakan dan turut andil mencari. Kubikel berantakan tapi wajah Akum tidak ditemukan. Akum sedih dan pasrah. Dia membujuk dan merayu Atam agar dapat meminjamkan matanya. Atam yang teringat titah bos besar dengan terpaksa mencongkel lalu menaruh ke dua bola mata tersebut ke muka Akum. Rasanya sakit dan perih tak tertahankan. Tetesan darah perlahan membasahi tugas yang hampir selesai dibuatnya.
“Terima kasih Atam atas pemberian matamu,” mata kanannya memincing sejenak, lalu membuka lagi.
***
Hari berikutnya kesedihan Akum makin jadi, mukanya yang sempurna bercahaya masih belum ketemu juga. Dia mencurahkan seluruh kesedihannya itu kepada Nudih, pegawai yang dikenal humble, enak diajak curhat dan menjadi kepercayaan alias tangan kanan atasan dua. Meski tangan kanan, Nudih bukanlah penjilat yang santer terdengar di kalangan pegawai. Dia selalu membuktikan kalau kinerja kerjanya bagus meski tak sesempurna Atam. Dia selalu mendahulukan kepentingan kantor daripada pribadi. Sekali lagi, Nudih bukanlah penjilat.
Setelah puas curhat panjang lebar, Akum meminta izin untuk mencari mukanya di kubikel kerja Nudih. Hasilnya pasti bisa kalian tebak yakni tidak ada. Tak pikir panjang, Nudih yang sedang sakit flu berinisiatif mengibahkan hidungnya ke wajah Akum. Leleran kelenjar ingus masih melekat saat perpindahan hidung tersebut. Sungguh menjijikan. Oh iya, fungsi hidung tersebut tidak lain tidak bukan untuk ‘mengendus’ keberadaan muka Akum di ruang kerja para atasan. Setelah terpasang dengan baik, kedua lubang hidung itu mekar sejenak, lalu mengempis. Hatttchiiiii!
***
Perkenalkan namaku Rae, pegawai paling tua masa kerjanya. Seminggu yang lalu aku mendengar kabar valid kalau senin depan akan ada kenaikan jabatan di setiap posisi. Kabar yang berasal dari departemen lain tersebut dengan mudah aku sebar ke setiap pegawai di departemen kami, termasuk Akum. Ramai orang menjuluki informan yang handal. Tak hanya berita receh, berita besar seperti pailitnya perusahaan pesaing sudah pasti aku tahu duluan sebelum di-up secara besar-besaran di media. Perihal Akum yang lupa menaruh mukanya, cuih! Bukankah setiap departemen pasti ada pegawai seperti dia? Bedebah! Hari ini kamis dan aku tak akan sudi dia mengobrak-abrik kubikel kerjaku. Kabar gembiranya, esok hari aku kunjungan ke perusahaan lain. Mampus loh dasar anak bawang, hahahaha!
***
Hari jumat kantor kami kedatangan bos besar dari departemen lain. Semua pegawai terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, kecuali Akum. Betul sekali, dia masih saja sibuk mencari mukanya. Di kantor, di pantry, di toilet, di ruang ibadah, di parkiran bahkan di kantor departemen lain, kecuali kubikel kerjaku. Dia tidak berani mencarinya di sana sebelum mendapat izin dariku. Dia belum juga menyerah hingga tubuhnya yang penuh keringat tak kuat lagi menompang. Buuukhhh! Akum pingsang. Semua pegawai yang ada di kantor mengerubunginya.
Berita tentang pingsannya Akum dan kelupaan akut perihal mukanya yang entah ditaruh di mana, kini terdengar bos besar dari departemen lain. Tak perlu menunggu waktu lama, sebelum pulang kerja Akum dipanggil ke ruang kerja bos besar departemen kami. Dengan bermodalkan mulut pemberian Tulum, ke dua bola mata pinjaman dari Atam dan hidung hasil hibah dari Nudih, Akum memberanikan diri untuk masuk ke ruangan bos besar meski tubuhnya masih lemah nan lunglai karena pingsan tadi siang. Betapa terkejutnya Akum ketika berada di ruangan tersebut karena bos besar dari departemen sebelah turut serta hadir di sana. Bibir atas sebelah kanan Akum bergerak naik, lalu turun. Mata kanannya memincing sejenak, lalu membuka lagi. Disusul kedua lubang hidungnya mekar sebentar, kemudian mengempis. Keluar dari ruangan, muka Akum kembali bercahaya.
***
Pada hari senin bos besar mengumumkan siapa saja pegawai yang naik jabatan. Setelah pengumuman selesai dibacakan, wajah Akum terlihat sangat bercahaya dan bertambah terang setiap menitnya hingga semua pegawai dibuat silau. Silau cahaya tersebut makin jadi dan akhirnya melelehkan muka setiap pegawai di kantor kami. Bedebah!
Palembang, Januari 2020
Penulis aktif bergabung dalam Komunitas Sastra Kota Kata Palembang. Beberapa cerpen dan puisinya pernah dimuat di sejumlah media massa lokal dan nasional.
Salut utk ide semiotis cerpen ini. Mau belajar boleh ya om
SukaDisukai oleh 1 orang
Boleh, Kak
SukaSuka
“… Kecuali kubikel kerjaku. Dia tidak berani mencarinya di sana sebelum mendapat izin dariku.”
Keren 😊
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih, Bang Ical 😊
SukaDisukai oleh 1 orang
Sami-sami Mas 😊
SukaSuka
Sip2
SukaSuka
Keren kak. Hebat cerpennya dimuat di koran. 😆👍
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah. Terima kasih Grant 😊
SukaSuka
Keren sekali. Selamat ya Heru atas telah dimuatnya cerpenmu disana. Semangat terus ya menulis fiksinya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Terima kasih, Umek dan pasti selalu semangat nulis cerpen sastra 😀
SukaSuka
Keren banget Kak Heru! Apakah Atam juga silau dengan wajah si Akum, sedangkan matanya masih dipinjam oleh si Akum?
SukaDisukai oleh 1 orang
Terimakasih, Rumi. Atam gak silau tapi mukanya ikut meleleh jg karena saking panasnya
SukaSuka
Analisis semiotika ku sepertinya tidak berjalan dengan baik. Pengen banget mengerti apa yang ingin disampaikan dalam ini perihal mencari muka agar naik jabatan? Sampai harus meminjam muka orang lain.
Bahasan yang sebenarnya bagus banget. Keknya harus belajar lagi aku tuh biar bisa analisis semiotika dalam tulisan ini.
SukaDisukai oleh 1 orang
Tanpa disadari setiap perusahaan pasti ada pegawai yang lupa menaruh mukanya. Dengan cara ‘menghisap’ sumber daya keunggulan pegawai lain, dia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya. Oh iya, Lim, menulis dengan analisis semiotika ini susah-susah gampang. Kalo kita sudah tahu kode dan menyempatkan pola dlm rangka karangan dengan benar dan tepat, Insya Allah bisa
SukaSuka
Baca ini aku jadi kangen nulis cerpen lagi Heru. Udah sekian abad gak nulis fiksi lagi haha. Udah kesetel otaknya untuk nulis non fiksi. Tapi, pengen sih bisa bikin novel ntar.
SukaDisukai oleh 1 orang
Target aku pengen sekali nerbeti buku kumpulan cerpen atau novel yang bener-benar sastra seperti karya sastrawan lainnya, Kak. Tapi perlu perjuangan yang berat dan riset yang panjang untuk mewujudkannya 😄
SukaSuka
Bekal Heru udah banyak tuh, udah rajin baca sastra. Keren!
SukaDisukai oleh 1 orang
Mari baca sastra lagi, Kak 😉
SukaDisukai oleh 1 orang
seorang yang mkanya datar sehingga mulutnys sampai tak mampu untuk berbicara. Cerpennya kereeen
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah, Mbak. Thanks 😀
SukaSuka
Jiwa fiksiku meronta-ronta baca ini … Irii…pengen juga cerpennya dimuat di Koran.
Soal cerita, bau-baunya based on true story nih …minimal pengalaman lihat sekeliling 😹😹😹
SukaDisukai oleh 1 orang
Uwoh, meronta-ronta jiwanya 😹 || Ayo Ara kirim cerpenmu ke koran 😀
SukaSuka
Karyawan yang kerjanya cuma ncari rai (mencari muka) biasanya tak ada kecakapan khusus .Cerita yang orisinil
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya, benar banget Bik Dona. Mereka hanya ‘mencuri’ kemampuan karyawan lainnya
SukaSuka
Unik idenya. Gaya penulisannya cukup nyastra meski diksinya biasa. Kritik tajam yang mengena. Bisa nih kirim ke basabasi.co bisa lolos nih. Lumayan honornya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Ok, Mbak, berarti kurang di diksi yah. Akan dikirim juga untuk cerpen berikutnya ke basabasi.co
SukaSuka
Dari awal hilangnya muka, melibatkan semua orang, mencari dan menggunakan keistimewaan kepunyaan orang lain hingga terakhir mukanya bersinar, melelehkan akkh…. jadi terbawa perasaan bacanya. Real pernah kejadian dulu di kantor. Hanya saja yang meleleh adalah yg terpaksa menerima entah dalam bentuk keikhlasan atau lebih kencang berteriak ,”Bedebah!”
bener2 mantap poll cerpennya, sukak:)
SukaDisukai oleh 1 orang
Kasian bagi mereka yang terpaksa ‘legowo’ terhadap Pegawai yang Lupa Menaruh Mukanya. Tapi tenang, Pegawai yang suka nyari muka itu pasti akan kesandung batu suatu saat nanti, Mbak, hehehehe
SukaSuka
Sedikit bingung, jadi harus baca beberapa kali baru ngerti apa mksud dri cerpen ini
Tpi overall keren sih
Semangat terus ya
SukaDisukai oleh 1 orang
Terimakasih, Mbak dan tetap terus semangat 😀
SukaSuka
Se-silau itukah muka akum setelah ketemu bos besar dari departemen lain? haha mampus dah yang lainnya pada datar mukanya pasti :3
SukaDisukai oleh 1 orang
Bos besar dari departemen lain pun tertarik dengan kualitas palsu-nya Akum. Yang lain hanya bisa ‘nerimo’ 😀
SukaSuka
Kangen nulis fiksi. Cerita ya menarik banget. Orang-orang yang cari muka ini ada di mana-mana ya. T.T
SukaDisukai oleh 1 orang
Bener nian, Bim, mereka ada di mana-mana 😂 Ayo Bim nulis fiksi lagi 😀
SukaSuka
Baguss mas ceritanya mas, pengen kadang buat cerita gini, tapi nggak dapet inspirasinya wkwk, lanjutkan mas ceritanyaa wkekwk
SukaDisukai oleh 1 orang
Sip, lanjut! Ayo2 cari inspirasi terus untuk buat cerpen 😉
SukaSuka
Woow… keren cerpennya. Selamat mas Herh bisa terbit di harian begini. Artinya memang skill bukan kaleng-kaleng nih 😍
SukaDisukai oleh 1 orang
Alhamdulillah, Thanks Alma dan masih banyak belajar lagi saya 😄
SukaSuka