Menyaksikan Keindahan Sunrise di Selat Sunda

Birunya air di selat Sunda
Birunya air laut di selat Sunda

Sabtu, 03 Mei 2014

“Heru, bangun ru, sholat isya dulu. Bus berhenti bentar nah,” samar-samar kudengar suara bang Junaidi membangunkanku.
“Hooammm,” tubuhku menggeliat manja.
“Iya bang, duluanlah nanti aku nyusul,” aku mengucek mata. Melihat-lihat sekitar melalui jendela kaca bus. Suasananya ramai.
“Okelah kalo begitu ru.”

Aku tengok jam di HP, pukul 02.00 WIB dini hari. Aku berjalan gontai keluar bus menuju mushola. Tempat peristirahatan busnya tidak terlalu besar. Tapi ramai juga, sama seperti tempat peristirahatan bus sebelumnya. Kulihat alamat yang terpampang nyata di papan petunjuk. Lampung Selatan. Oh, ternyata aku udah berada di kabupaten Lampung Selatan, mungkin sebentar lagi akan tiba di pelabuhan Bakauheni. Usai sholat isya, aku kembali masuk ke dalam bus. Kutarik selimut tebal, kuatur AC di atas kepala dan akupun melanjutkan mimpi basah indah tadi yang sempat tertunda.

Selamat Datang di Pelabuhan Bakauheni Lampung
Selamat datang di pelabuhan Bakauheni Lampung

Dua jam kemudian bus tiba di pelabuhan Bakauheni Lampung. Suara gerungan mesin kendaraan yang diam di tempat membuat aku terjaga dari tidur. Antrian panjang truk, bus, mobil pribadi dan kendaraan lainnya memadati area depan gerbang pelabuhan. Setengah jam kemudian bus masuk ke bagian paling bawah kapal, tempat kendaraan parkir. Kutengok jam di HP, pukul 04.30 WIB, bentar lagi masuk waktu subuh. Aku dan bang Junaidi bergegas turun dari bus, lalu naik ke atas kapal ferry.

masuk
Terlihat kendaraan masuk kapal ferry

Kapal ferry ini kutaksir memiliki 3 tingkat. Tingkat pertama yakni paling bawah tempat kendaraan parkir. Banyak tulisan warna merah, peringatan untuk tidak menghidupkan mesin kendaraan selama kapal melepas sauh alias berlayar. Tingkat kedua tempat para penumpang. Mataku terkagum-kagum melihat interiornya yang terkesan cantik dan rapi.

Tempat penympanan jaket keselamatan
Tempat penyimpanan jaket keselamatan

Sepanjang mata memandang  terdapat banyak kursi penumpang . Ada juga beberapa sudut kursi berbusa empuk. Sungguh sangat nyaman untuk tidur lagi. Di pojok depan kanan-kiri terdapat LED TV 42 inchi, memutar berulang video penyelamatan diri jika kapal ferry dalam keadaan darurat. Di area tengah berbaris tempat tidur 2 tingkat untuk mereka yang mau merelaksasikan tubuhnya yang pegal-pegal. Yah benar, itu adalah tempat pijat. Yang mau pinjat dikenakan biaya, entah berapa duit karena aku gak tertarik untuk pijat-memijat. Aku hanya tertarik sama kamu, iya kamu.

Yang mau relaksasi, monggo!
Yang mau relaksasi, monggo!

Tingkat ketiga terdapat kantin di area tengah. Untuk mereka yang hendak sarapan pagi, sekedar beli minum, ngopi, ngeteh, nyusu ataupun beli cemilan. Jangan tanya soal harga makanan dan minuman di sini. Harganya berkali-kali lipat dari pasaran. Sebagai contoh, pop mie yang mau aku beli. Kalo harga di pasaran hanya 3.500 IDR. Tahukah kamu berapa harganya di sini? 20.000 IDR, sungguh di luar akal sehat untung bukan di luar angkasa. Alamak, untung aku nanya lebih dulu. Kalo kagak, aku dipastikan tertipu untuk ke tiga kalinya. Ah sudahlah Plis jangan bahas lagi perihal memalukan itu.

Kiblat dua arah, Nah loh
Kiblat dua arah, Nah loh?

Di area depan terdapat ruang kemudi kapal. Tentunya gak sembarang orang yang boleh masuk. Mushola terletak di area belakang. Setelah wudhu, aku masuk mushola. Uniknya, di ruangan petak berukuran 4×4 meter ini terdapat 2 arah kiblat. Bagi yang mau ke pelabuhan Merak, arah kiblat membelakangi laju kapal. Sedangkan bagi yang mau ke pelabuhan Bakauheni, arah kiblat searah dengan laju kapal. Intinya sama-sama menghadap ke arah barat.

Fajar merekah dengan warna jingga-merahmuda-biru
Fajar merekah dengan warna merah-jingga-biru

Usai sholat subuh, aku duduk-duduk santai di sekitar kantin tanpa memesan apapun jangan tanya alasannya apa. Sejurus kemudian, fajar mulai merekah. Langit selat Sunda yang semula hitam gelap, kini perlahan berubah menjadi merah-jingga-biru . Di ufuk timur muncul semburat orange, sang surya sepertinya malu-malu kucing bukan malu-maluin untuk menampakan diri.

Mataharinya malu untuk bersinar
Mataharinya malu untuk bersinar

Suasana di sekitarku mulai ramai penumpang. Mereka seakan-akan terhipnotis untuk menyaksikan detik-detik menjelang matahari terbit. Tak ayal, banyak yang berdiri di dek outdoor yakni bagian pinggir kapal yang terbuka. Baik itu dek outdoor di bagian kanan, kiri, depan, mapun buritan kapal. Entah itu tua, muda, ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak dan remaja, semua tumpah ruah bagai semut mengerubungi makanan. Sebagain besar dari mereka termasuk aku juga mengeluarkan HP yang ada kameranya atau kamera beneran untuk mengabadikan moment sunrise di selat Sunda.

Sendirian itu belum tentu punya pasangan, ya iyalah
Sendirian itu belum tentu punya pasangan, ya iyalah

Sungguh aku sangat beruntung, pertama kalinya menyebrangi selat Sunda dengan bonus menyaksikan moment secantik ini. Nikmat tuhan manakah yang kamu dustakan? Selain menikmati keindahan matahari terbit, para penumpang juga bisa melihat riak-riak air laut yang pecah dan bergelombang. Di dek outdoor disediakan kursi-kursi di mana penumpang bisa duduk nyaman menikmati perjalanan. Sepanjang perjalanan, kami juga berpapasan dengan kapal pengangkut barang dan kapal berpenumpang lainnya.

Matahari bersinar cerah, secarah suasana hatiku
Matahari pagi bersinar cerah, secerah suasana hatiku, lalalala

Aku juga nekat ke muka kapal ferry. Mengeluarkan novel Negeri di Ujung Tanduk buah karya bukan buah yang lain Tere Liye, sambil selonjoran di bangku panjang dan bermandikan cahaya mentari pagi. Aku merasa bagaikan orang kaya yang sedang liburan dengan kapal pribadi.

Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?
Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Usai foto-foto dan memaksa orang untuk fotoin aku menikmati sejuknya udara laut di pagi hari untung aku gak mabuk laut, aku kembali duduk di kursi penumpang turun ke tingkat 2. Aku bertemu dengan bang Junaidi. Dia kelihatannya lagi asyik dan terhanyut dengan tilawahnya. Aku lupa, seharusnya aku juga mencontoh beliau. Kukeluarkan Al-Quran dari tas saku kecil menyelempang. Akupun terhanyut dengan bacaan tilawahku.

Muka kapal
Tampak muka kapal yang aku foto versi panorama

Speaker yang ada di kapal mengumumkan bahwa kapal sebentar lagi berlabuh di pelabuhan Merak, Banten. Kulirik jendela kaca kapal. Daratan pulau Jawa mulai kelihatan. Aku dan bang Junaidi bergegas turun ke bawah, lalu masuk ke dalam bus. Kutengok jam di HP, pukul 08.00 WIB. Beberapa menit kemudian, kapal berlabuh. Kulirik jendela kaca bus. Suasananya ramai sama seperti di pelabuhan Bakauheni semalam.

Selamat tinggal selat Sunda
Selamat tinggal selat Sunda

Beberapa menit kemudian, bus terbebas dari antrian panjang, keluar dari gerbang pelabuhan Merak Banten. Bus berhenti sebentar di tempat peristirahatan terakhirnya. Aku keluar bus, menghirup udara segar dan melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di pulau Jawa. Yah benar sekali, akhirnya aku menginjakan kaki di pulau Jawa. Sendirian. Alhamdulillah.

*Lanjut ke postingan berikutnya!

6 pemikiran pada “Menyaksikan Keindahan Sunrise di Selat Sunda

Tinggalkan komentar